Diandra
sedang berada di sebuah caffee bersama teman sekantornya, Lia. Sudah menjadi
kebiasaan keduanya sepulang kantor mereka ngopi di sana.
“Wanita
itu ingin bertemu denganmu???” Tanya Lia.
“Yup,
wanita itu mengajaku berbicara empat mata, tapi aku belum menjawab
permintaanya. Ia sudah tau, lelakinya ada main denganku… “.
“Dan
kau?? Mau menyudahinya???”
“Entahlah,
aku terlanjur mencintainya…..”
Keduanya
kemudian terlibat obrolan ringan seputar pekerjaan.
***
“Salahkah
bila aku mencintai lelaki yang sudah beristri? Ravi. Dia atasanku. Seorang bos
yang baik. Laki-laki idaman. Aku merasa sudah terjerat oleh cintanya,
kebaikanya, kesederahanaanya. Beberapa hari ini aku merasa terganggu dengan
permintaan istrinya yang ingin menemuiku. Jujur aku tidak tau apa yang akan aku
katakan nanti saat bertemu dengannya. Aku juga tidak siap kehilangan orang yang
aku cintai. Mungkin saja dia akan memberiku berpuluh juta rupiah supaya aku
menjauhi suaminya. Mungkin dia akan mengancam aku dengan ancaman ala wanita
galak yang suaminya selingkuh. Aku tidak tau. Wanita itu telah mengetahui aku
ada main dengan suaminya. Mungkin saja akulah si wanita jahat. Yang telah
merebut suami orang.”
Diandra
gelisah di sudut kamarnya. Subuh menjelang namun belum juga matanya mampu ia
pejamkan. Suara SMS membuyarkan angan-angannya.
“Diandra. Bisakan kita bertemu hari ini. Saya
harap kamu mau. Sekali ini saja. Saya perlu bicara dengan kamu. Kabari saya.
Lani.”
Lagi-lagi
sms dari istri sang bos, mengharap dirinya mau bertemu, berbicara empat mata.
Entah ini sms yang ke berapa kali. Yang pasti sudah cukup mengganggu kenyamanan
Diandra.
Dua
tahun sudah ia menjalin hubungan gelapnya dengan Ravi, mengapa baru kali
ini gangguan datang? Justru disaat dirinya sudah cinta mati dengan laki-laki
tersebut?
“Cinta
tak senikmat yang ku bayangkan, kehilangan bukankah hanya masalah waktu saja?
Cepat atau lambat aku akan kehilangan laki-laki itu. Sadarlah Diandra, dia
suami orang…”
***
Sudut
Caffe, Diandra menunggu seseorang. Ia telah bulatkan tekad. Bertemu dengan
istri sah si laki - laki yang kini mengisi kekosongan hatinya.
“Apapun
yang akan terjadi, terjadilah. Aku telah siap dengan semuanya” Batin Diandra
Seorang
wanita 40 tahunan menuju mejanya. Cantik. Mempesona. Elegan. Dengan set dress
berwarna hitam, tersenyum ke arahnya.
“Wanita
secantik ini?? Apanya yang kurang? Mengapa suaminya lebih menyukaiku?? Aku tak
mau pusing. Aku hanya mau tau, apa maunya wanita ini menemuiku. Beberapa hari
terakhir smsnya seolah menerorku. Hidupku tak nyaman, tidurpun tak nyenyak”. Batin Diandra.
Keduanya
berjabat tangan. Dingin. Diandra coba tersenyum, mengimbangi senyum sang wanita
di depannya.
“Apakah
kamu benar-benar menyukai suamiku???”
Bingung
Diandra dibuatnya. Tapi sudah terlanjur, maka ia anggukan kepalanya.
“Apa
yang kau inginkan darinya?? Uang?? Jabatan?” Tanya sang wanita
“TIDAK”
Dengan tegas Diandra menjawab.
“Apa
yang kau mau? “
“Aku
hanya ingin, suamimu untukku…”
Senyum
sang wanita hilang. Berganti dengan tatapan marah. Tapi ia coba menahan. Ia
bangkit dari duduknya.
“Baiklah.
Lain kali kita bicara lagi. Hari ini aku terburu-buru mau ke suatu tempat. Aku
harus segera pergi”
Wanita
itu pergi dengan meninggalkan amplop di meja, juga meninggalkan Diandra yang
terpaku di tempat.
***
Tiga
hari telah berlalu semenjak pertemuan dengan wanita itu. Amplop itu sama sekali
belum ia buka.Tergeletak di meja kamarnya.
“Paling-paling
isinya cek. Bukankah memang begitu istri-istri bos yang kehilangan suaminya.
Tidak di sinteron, di drama Korea, ataupun di dunia nyata. Yang dia lakukan adalah
menukarnya dengan puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Apakah ia pikir aku
wanita serendah itu? Aku mencintai suaminya, bukan uangnya”. Diandra gemas
membatin.
Beberapa
kali ia bolak balik bak setrikaan. Menimbang - nimbang antara mau membuka atau
membiarkanya saja. Rasa penasaran rupanya mengalahkan segalanya. Ia ambil
amplop tersebut dan dibuka pelan-pelan di samping tempat tidur. Bukan cek.
Hanya selembar kertas. Dengan tulisan tangan di sana.
“Diandra.
Maaf jika akhir-akhir ini aku seperti menerormu. Mengirimkan sms kepadamu
hampir setiap hari. Memohon bertemu denganmu meski hanya satu kali. Aku tau
kamu sangat terganggu. Aku tau, saat bertemupun aku tak sanggup mengatakan
apapun, untuk itu aku hanya menyiapkan secarik kertas ini.
Aku
tidak tau kamu wanita seperti apa. Sebab aku tulis ini sebelum aku bertemu
denganmu.
Kamu
bisa membayangkan Diandra? Bagaimana saat kamu tau suamimu ada main di belakang
dengan wanita lain??? Sakit. Sangat sakit. Tapi aku mencoba tabah. Selama ini
aku coba menerima semuanya. Toh dia juga masih saja baik di depanku. Aku
hanya berharap, kamu wanita baik. Kamu bisa bayangkan saat orang yang
kamu cintai membagi hati? Maaf, aku bukan ingin menuntutmu. Sama sekali tidak
Diandra.
Aku
tidak menyalahkan siapa - siapa. Mungkin ini sudah menjadi garis hidup. Cinta
toh tak bisa dipaksakan. Dan Cinta toh selalu berubah kadarnya. Bisa lebih
kuat, bisa juga hilang tanpa bekas.
Satu
hal yang ingin beritau padamu, tiga hari lagi aku akan melakukan operasi kanker
payudara. Doakan aku semoga berhasil. Tak ada yang aku beri tau perihal
penyakitku, termasuk suamiku. Tolong jaga rahasia ini, jangan beri tau
siapapun. Aku memang sengaja menjauh darinya, menyembunyikan semuanya, itulah
sebabnya di belakang ia mulai mencari kepuasan. Aku memahami itu, meski hatiku
sakit.
Apapun
yang terjadi. Jangan pernah sakiti dia. Aku seorang istri yang tak mampu
memberinya keturunan. Aku bukan istri yang baik. Aku bukan istri yang sempurna.
Hari ini aku mau chek up. Doa’kan aku. Semoga kita bertemu lagi.
Lani.
Air
mata Diandra mengalir dengan sendirinya tanpa mampu ia tahan. Tak berapa lama
HP nya berdering. Lia memanggil dari seberang sana.
“Di…
Istri pak Ravi meninggal baru saja… Kamu udah tau????”
HP
di tangan Diandra terlepas dengan sendirinya. Tak ada kekuatan yang mampu
menopang. Wanita itu?? Wanita yang tiga hari lalu bertemu denganya??
Meninggal??God… Aku berharap ini mimpi. Dan tolong segera bangunkan
aku. Aku akan kembalikan suaminya untuknya.